Filsafat Ilmu Komunikasi Ditinjau dari Segi Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Filsafat
Ilmu Komunikasi
Komunikasi: usaha manusia menyampaikan pesan kepada
manusia lain, apakah secara langsung (face
to face communication) atau dengan tidak langsung, menggunakan media (mediated communication).
Ilmu
komunikasi adalah suatu ilmu yang mempelajari usaha manusia menyampaikan pesan
kepada manusia lain.
Filsafat
adalah suatu ilmu yang mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
yang ada dan mungkin ada.
Filsafat
bermula dari pertanyaan dan berakhir pada pertanyaan. Hakikat filsafat adalah
bertanya terus-menerus, karenanya dikatakan bahwa filsafat adalah sikap
bertanya itu sendiri. Dengan bertanya, filsafat mencari kebenaran. Namun,
filsafat tidak menerima kebenaran apapun sebagai sesuatu yang sudah selesai.
Yang muncul adalah sikap kritis, meragukan terus kebenaran yang ditemukan.
Dengan bertanya, orang menghadapi realitas kehidupan sebagai suatu masalah,
sebagai sebuah pertanyaan, tugas untuk digeluti, dicari tahu jawabannya.
Filsafat
Ilmu Komunikasi mencari jawaban mengenai hakekat dari ilmu komunikasi mengapat
manusia menyampaikan pesan kepada manusia lain
Ontologi
Ilmu Komunikasi
Ontologi berarti studi tentang arti “ada” dan
“berada”, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri,
menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan,
2005). Dalam ilmu komunikasi, ontologi berperan mengkaji hakikat
komunikasi, yakni mengkaji apa yang dimaksud dengan komunikasi.
Ilmu komunikasi adalah ilmu yang mempelajari
cara-cara untuk mentransfer ide dari satu individu ataupun grup ke individu
atau grup yang lain. Ilmu komunikasi dipahami melalui objek material dan objek
formal:
-
Obyek material
dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau
yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau
benda. Serta apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi)
pembicaraan, yaitu gejala "manusia di dunia yang mengembara menuju
akhirat". Dalam gejala ini jelas
ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia
(antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat
(teologi - filsafat ketuhanan; kata "akhirat" dalam konteks hidup
beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun
kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu
pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain.
Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang
dikenal manusia dalam dunianya.
-
Sementara objek
formal melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view),
yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri. Obyek formal
adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas
sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika
cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem
filsafat.
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi
adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu
Komunikasi, Komunikasi Manusia. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai
eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman
inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat
diukur,sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik
kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal-hal yang gaib seperti
soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.
Dalam kajian berita infotainment, bahasan secara
ontologis tertuju pada keberadaan berita infotainment dalam ruang publik.
Fenomena tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme.
Sekarang ini, telah beredar berita Kasus Kopi Sianida yang menyebabkan tewasnya
Wayan Mirna Salihin yang diadakan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus ini bermula saat Jessica berteman dan berkuliah dengan Mirna, Boon Juwita
alias Hani (Saksi Hani), dan Vera Rusli (Saksi Vera) di Kampus Billy Blue
College Of Desain di Sidney, Australia. Sekitar pertengahan tahun 2015, Mirna
mengetahui permasalahan dalam hubungan percintaan antara Jessica dengan
pacarnya. Sehingga korban Mirna menasehati terdakwa agar putus saja dengan
pacarnya yang suka kasar dan pemakai narkoba, dengan menyatakan buat apa
pacaran dengan orang yang tidak baik dan tidak modal. Ucapan Mirna tersebut,
ternyata membuat Jessica marah serta sakit hati sehingga Jessica memutuskan
komunikasi dengan Mirna. Untuk membalas sakit hatinya tersebut, Jessica
kemudian membuat suatu rencana untuk menghilangkan nyawa Mirna. Jessica yang
sempat memutus komunikasi kembali menjalin komunikasi dengan Mirna guna
melancarkan niatnya tersebut. (Muhyiddin, 2016)
Fenomena jurnalisme infotainment kembali mencuat
ketika terjadi berita hebohnya Seleb Instagram Karin Novilda alias Awkarin
akhir-akhir ini ramai dibahas. Di Indonesia, fenomena ini juga bukan terbilang
baru. Sejak zaman Harmoko (Menteri
Penerangan pada saat itu) banyak surat kabar–surat kabar kuning muncul &
diwarnai dengan antusias masyarakat. Bahkan ketika Arswendo Atmowiloto
menerbitkan Monitor semakin membuat semarak ”Jurnalisme kuning di Indonesia”.
Pasca Orde Baru ketika kebebasan pers dibuka lebar-lebar semakin banyak media
baru bermunculan, ada yang memiliki kualitas tetapi ada juga yang mengabaikan
kualitas dengan mengandalkan sensasional, gosip, skandal dan lain-lain. Ketika
tayangan Cek & Ricek dan Kabar Kabari berhasil di RCTI, TV lainnya juga
ikut-ikut menayangkan acara gosip. Dari sinilah cikal bakal infotainment marak
di TV kita. Fenomena infotainment merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan
dari dunia jurnalisme kita. Pada realitasnya ini banyak disukai oleh masyarakat
dengan bukti rating tinggi (public share tinggi).
Pada hakikatnya, komunikasi yaitu proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika yang kita sampaikan bukan pesan
maka itu bukan kajian ilmu komunikasi. Misalnya ada dua orang yang berdiri di
pinggir jalan untuk menunggu bus, namun diantara mereka berdiam diri saja,
tidak ada pesan yang di sampaikan kepada satu sama lain, maka diantara keduanya
tidak ada dan tidak terjadi komunikasi. Misalkan kedua orang itu pria tampan
dan gadis cantik. Si pria ingin sekali berkenalan dengan si gadis namun ia tidak
menyampaikan pesan itu kepada si gadis tentang ketertarikannya, maka di antara
mereka bukan komunikasi antar pribadi yang terjadi melainkan komunikasi
interpribadi.
Epistemologi Ilmu Komunikasi
Epistemologi
merupakan teori atau metoda yang mengkaji bagaimana cara memperoleh ilmu
pengetahuan, “what can we know, and how do we know it?” (Lacey, 1976). Dalam kajian
ilmu komunikasi, epistemologi berperan menjelaskan metode atau teori
komunikasi. Epistemologi mengkaji proses komunikasi, atau bagaimana komunikasi
itu dilakukan.
Meliputi
aspek normatif mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah,di
samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya
itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya,
termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana
berpikir ilmiah yang digunakannya.
Epistemologi
Ilmu Komunikasi sebagai ilmu sosial yang berada dalam rumpun empiris (paham
yang menekankan pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan) dapat dikembangkan
berdasarkan paradigma positivist (menyatakan bahwa ilmu dibangun berdasarkan
fakta empirik sensual: teramati, terukur, teruji, terulang, dan teramalkan ® karenanya sangat kuantitatif) dan anti-
positivist (ilmu menggunakan pendekatan kualitatif dan mencoba menyatukan
obyek-subyek). Ilmu komunikasi berlatar positivist cenderung objektif,
kebenaran ada pada objeknya. Sedangkan ilmu komunikasi berlatar antipositivist
bersifat intersubjektif. Postivisme dan antipositivisme menurunkan jenis
penelitian yang berbeda – penelitian komunikasi kuantitatif berlatar positivist
yang obyektif, sedangkan penelitian komunikasi kualitatif lebih berlatar
antipositivist yang intersubyektif dimana kebenaran merupakan kesepakatan antar
subyek menyangkut interpretasi atas obyek. Empat strategi pengumpulan dan
pengolahan data penelitian yang utama:
- Eksperimen:
lazim digunakan pada penelitian kuantitatif dimana diciptakan situasi
laboratories untuk mengontrol variabel secara ketat dalam melihat pengaruh
antar- variabel yang diteliti.
- Survey:
dilakukan dengan menyebarkan kuesioner atau wawancara, dengan tujuan untuk
mengetahui: siapa mereka, apa yang mereka pikir, rasakan, atau
kecenderungan suatu tindakan. Survey lazim dilakukan untuk penelitian
kuantitatif maupun kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, survey lebih
merupa pertanyaan tertutup, sementara dalam penelitian kualitatif berupa
wawancara mendalam dengan pertanyaan terbuka.
- Analisis
teks: penelitian dimana obyek yang dikaji adalah teks dalam pengertian
luas. Analisis teks lazim dilakukan untuk penelitian kuantitatif dan
kualitatif.
- Partisipasi-observasi:
lazim dilakukan pada penelitan kualitatif. Dalam strategi penelitian ini,
subyek peneliti menyatukan diri dengan subyek penelitain berikut obyek
penelitiannya dalam kurun tertentu.
Secara
sederhana sebetulnya perdebatan mengenai epistemology Ilmu Komunikasi sudah ada
sejak kemunculan Komunikasi sebagai ilmu. Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi
adalah sebuah ilmu atau bukan sangat erat kaitannya dengan bagaimana proses
penetapan suatu bidang menjadi sebuah ilmu. Dilihat sejarahnya, maka Ilmu
Komunikasi dikatakan sebagai ilmu tidak terlepas dari ilmu-ilmu social yang
terlebih dahulu ada. pengaruh Sosiologi dan Psikologi sangat berkontribusi atas
lahirnya ilmu ini. Bahkan nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland, Freud,
sangat besar pengaruhnya atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan memang,
Komunikasi ditelaah lebih jauh menjadi sebuah ilmu baru pada abad ke-19 di
daratan Amerika yang sangat erat kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini
sendiri.
Contoh
konkret epistemologis dalam Ilmu Komunikasi dapat dilihat dari proses
perkembangan kajian keilmuan Komunikasi di Amerika (Lihat History of
Communication, (Griffin, 2002)). Kajian
Komunikasi yang dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa peperangan
semakin meneguhkan Komunikasi menjadi sebuah ilmu.
Dalam
berita hal terpenting adalah fakta. Pada titik yang paling inti dalam setiap
pesannya pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan fakta. Setiap kepingan
informasi mengimplikasikan realitas peristiwa kemasyatakatan. Tiap pesan
menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tak berkaitan
dengan kepentingan–kepentingan kebutuhan masyarakat. (Charnley, 1965) mengungkapkan kunci standardisasi bahasa
penulisan yang memakai pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa,
yaitu akurat, seimbang, obyektif, jelas dan singkat serta mengandung waktu
kekinian. Hal-hal ini merupakan tolok ukur dari ”The Quality of News” dan
menjadi pedoman yang mengondisikan kerja wartawan di dalam mendekati peristiwa
berita & membantu upaya tatkala mengumpulkan & mereportase berita.
Secara epistemologis cara-cara memperoleh fakta ilmiah yang menjadi landasan
filosofis sebuah berita infotainment yang akan ditampilkan berdasarkan
perencanaan yang matang, mapan, sistematis dan logis.
Aksiologi
Ilmu Komunikasi
Berada dalam wilayah nilai. Berasal dari kata Yunani
axion (nilai) dan logos (teori). Sehingga dapat diartikan sebagai teori tentang
nilai. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya
dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang
digunakan dengan norma-norma moral dan profesional? Maka, kita merambah cabang
filsafat Etika.
Aksiologi dalam ilmu komunikasi Aksiologis
mempertanyakan nilai: bagaimana dan untuk tujuan apa ilmu komunikasi itu
digunakan. Penilaian ini menjadi terkait oleh nilai etis atau moral. Hanya
tindakan manusia yang sengaja yang dapat dikenakan penilaian etis. Akar
tindakan manusia adalah falsafah hidup: kesatuan nilai- nilai yang menurut
manusia yang memilikinya memiliki derajat teragung yang jika terwujud ia yakin
akan bahagia. Dalam aksiologi ilmu komunikasi pertanyaan utama adalah untuk
tujuan apa praktisi komunikasi menggunakan ilmunya tergantung pada pokok
jawaban atas pertanyaan pokok falsafah hidup individu manusianya: apakah
ilmunya akan digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat, atau sebaliknya?
Demikian pula halnya dengan ilmuwan komunikasi, falsafah hidupnya akan
menentukan dalam: (a) Memilih obyek penelitian (b) Cara melakukan penelitian
(c) Menggunakan produk hasil penelitiannya.
Kebutuhan memengaruhi (persuasive), retoris (public
speaking), spreading of information, propaganda, adalah sebagian kecil dari
manfaat Ilmu Komunikasi. Secara pragmatis, aspek aksiologis dari Ilmu
Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan manusia.
Tidak sebagaimana dengan ilmu-ilmu
alam yang objeknya eksak, misalnya dalam biologi akan mudah untuk membedakan
kucing dengan anjing, mana jantung dan mana hati, sehingga tidak memerlukan
pendefinisian secara ketat. Tidak demikian halnya dengan ilmu-ilmu sosial yang objeknya abstrak. Ilmu
komunikasi berada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial yang berobjek abstrak, yaitu
tindakan manusia dalam konteks sosial. Komunikasi sebagai kata yang abstrak
sulit untuk didefinisikan. Para pakar telah membuat banyak upaya untuk
mendefinisikan komunikasi. Ilmu komunikasi sebagai salah satu ilmu sosial
mutlak memberikan definisi tajam dan jernih guna menjelaskan objeknya yang
abstrak itu.
Tidak semua peristiwa merupakan
objek kajian ilmu komunikasi. Sebagaimana diutarakan, objek suatu ilmu harus
terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya. Karena objeknya
yang abstrak, syarat objek ilmu komunikasinya adalah memiliki objek yang sama,
yaitu tindakan manusia dalam konteks sosial. Artinya, peristiwa yang terjadi
antarmanusia. Contoh, Anda berkata kepada seorang teman, ”Wah, maaf, kemarin
saya lupa menelepon.” Peristiwa ini memenuhi syarat objek ilmu komunikasi ,
yaitu bahwa yang dikaji adalah komunikasi antarmanusia, bukan dengan yang lain
selain makhluk manusia.
Telah diketahui ilmu komunikasi
memiliki sejumlah ilmu praktika, yaitu Hubungan Masyarakat, Periklanan, dan
Jurnalistik. Misalnya, jika ilmu komunikasi juga mempelajari penyampaian pesan
kepada makhluk selain manusia, bagaimanakah agar pesan kehumasan yang ditujukan
kepada bebatuan serta tumbuhan yang tercemar limbah perusahaan sehingga memberi
respon positif mereka? Dengan kata lain, penyampaian pesan kepada makhluk
selain manusia akan mencederai kriteria objek keilmuannya.
Secara aksiologis kegunaan berita infotainment
dititik beratkan kepada hiburan. Pengelola acara ini menarik audiens hanya
dengan menyajikan tontonan yang enak dilihat sebagai sebuah strategi bisnis
jurnalisme. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapan sejumlah
orang terhadap sesuatu yang lain. Ketika etika infotainment telah salah langkah
mencoba untuk ”menyaingkan” antara berita & hiburan. Padahal nilai dan daya
pikat berita itu berbeda, infotainment pada gilirannya akan membentuk audiens
yang dangkal karena terbangun atas bentuk bukan substansi.
Pengelola media melalui berita infotainment
terkadang tidak lagi mempertimbangkan moral sebagai pengontrol langkah mereka
sehingga begitu mengabaikan kepentingan masyarakat. Hal itulah yang terjadi
dengan berita infotainment di Indonesia, beberapa kaidah yang semestinya
dijalankan malah diabaikan demi kepentingan mengejar rating dan meraup
keuntungan dari pemasang iklan.
References
Charnley. (1965). The Quality of News. Chicago:
Manchester University Press.
Griffin. (2002). Beyond Borders: Communication
Modernity & History. New York: McGraw Hill.
Lacey. (1976). Field Research: A Sourcebook and
Field Manual. Routledge: Robert G. Burgess.
Muhyiddin. (2016). Lengkap, Skenario Pembunuhan
Mirna dengan Kopi Sianida. Jakarta: Nasional Republika.
Suparlan. (2005). Pengantar Teori Komunikasi
Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Turner.
Komentar
Posting Komentar