Dasar - Dasar Logika
TOPIK
1: PENGANTAR
1.1.
GARIS-GARIS BESAR DASAR-DASAR LOGIKA
•
Pengantar
•
Syarat
Logika
•
Penalaran
•
Deduksi
(1)
•
Deduksi
(2)
•
Deduksi
(3)
•
Deduksi
dlm komunikasi sehari-hari
•
Induksi
(1)
•
Induksi
(2)
•
Sarana
berpikir ilmiah (1)
•
Sarana
berpikir ilmiah (2)
•
Sarana
berpikir ilmiah (3)
•
Kesesatan
(1)
•
Kesesatan
(2)
1.2.
LOGIKA
•
Logika
ð Bahan kajian filsafat tentang Benar -
Salah
•
Filsafat
ð “Philosophia” ð “Philo” dan “Sophia”
•
“Philo”
ð cinta ð “Sophia” ð kebijaksanaan
•
Filsafat
ð cinta kebijaksanaan
1.3.
FILSAFAT MENURUT PARA AHLI
•
Filsafat
ð kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan pengetahuan
yang luhur ð Plato
•
Filsafat ð
ilmu tentang kebenaran ð Aristoteles, 384-322 sm
1.4.
PENGERTIAN FILSAFAT
•
Filsafat adalah kebenaran tentang segala hasil berpikir
secara radikal (mendasar), spekulatif (sistematis) dan universal (menyeluruh)
1.5.
BERPIKIR FOLOSOFIS
•
Radikal ð berakar atau mendasar ð meragukan sesuatu
sebagai sesuatu yang benar
•
Spekulatif ð secara sistematis memisahkan
antara yang diandalkan dengan yang tidak dapat diandalkan
•
Universal ð menyeluruh atau berkaitan dengan
aspek lain
1.6.
LOGIKA
•
Ilmu pengetahuan tentang cara menarik kesimpulkan secara
lurus setelah didahului dengan seperangkat premis
•
Metoda atau teknik yang diciptakan untuk meneliti
ketepatan penalaran
•
Premis adalah proposisi (pernyataan) yang dijadikan
sebagai acuan untuk menarik kesimpulan
•
Metoda atau teknik yang diciptakan untuk meneliti
ketepatan penalaran
•
Penalaran
adalah aktivitas mencari proposisi untuk disusun menjadi premis, menilai
hubungan antara proposisi dalam premis dan menentukan kesimpulan
TOPIK
2: SYARAT LOGIKA
2.1.
LOGIKA
•
Ilmu pengetahuan tentang cara
mencapai kesimpulan secara lurus setelah didahului dengan seperangkat premis
•
Premis, antesedens berasal dari kata premissus/praemittere, artinya
sebelum mengirim
•
Premis adalah pernyataan atau proposisi yang dijadikan sebagai dasar
penyimpulan
2.2.
PREMIS
•
Premis dinamai sesuai term
yang dikandungnya
•
Premis mayor mengandung term predikat,
berupa kelas
•
Premis minor mengandung term subyek,
berupa anggota kelas
•
Konklusi diturunkan dari premis
mayor dengan bantuan premis minor, tidak mengandung term tengah (term
M)
2.3.
SYARAT LOGIKA: SUSUNAN PREMIS HARUS TEPAT
•
P. mayor : mengandung P dan kelas (M)
•
P. minor
: mengandung S dan anggota kelas
(M)
•
Konklusi : mengandung S dan P, tidak mengandung M
2.4.
SUSUNAN PREMIS YANG TEPAT
•
P. mayor : Semua
mahasiswa teladan (M) adalah mahasiswa yang berprestasi (P)
•
P. minor : Willy
(S) adalah mahasiswa teladan (M)
•
Konklusi : Willy (S) adalah mahasiswa yang berprestasi (P)
2.5.
SUSUNAN PREMIS YANG TIDAK TEPAT
•
P. mayor : Lelly (S) adalah mahasiswa teladan (M)
•
P. minor : Willy
(S) adalah mahasiswa teladan (M)
•
Konklusi : Willy adalah Lelly (?)
2.6.
LOGIKA
•
Metoda atau teknik yang
diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran
•
Penalaran adalah proses mencari
proposisi baru berdasarkan proposisi yang sudah ada dan dianggap benar
•
Proposisi, proposition/statement
adalah pernyataan yang merupakan rangkaian pengertian
2.7.
PROPOSISI
•
Proposisi terdiri dari
proposisi universal dan proposisi particular
•
Proposisi universal
mencakup kelas terdiri dari proposisi afirmative universal dan proposisi
negative universal
•
Proposisi particular
mencakup anggota kelas afirmative particular dan proposisi negative
particular
2.8.
PROPOSISI UNIVERSAL
•
Proposisi afirmative universal disebut proposisi A (dari kata Affirmo)
ð polanya : Semua . . . adalah . . . ð Semua manusia
adalah makh;uk hidup
•
Proposisi negative universal
disebut proposisi E (dari kata Nego) ð polanya : Semua . . . adalah bukan . . . ð Semua manusia
adalah bukan mesin
2.9.
PROPOSISI PARTICULAR
•
Proposisi afirmative particular disebut proposisi I (dari kata Affirmo)
ð polanya : . . . adalah . . . ð Adimulyo adalah
laki-laki
•
Proposisi negative
particular disebut proposisi O (dari kata Nego) ð polanya : . . . adalah bukan . . . ð Adimulyo adalah
bukan perempuan
2.10.
SYARAT LOGIKA: STRUKTUR PROPOSISI HARUS TETAP
•
Proposisi 1 ð Umum (Universal,
A / E)
Proposisi 2 ð Khusus
(Particular, I / O)
Proposisi 3 ð Khusus
(Particular, I / O)
•
Proposisi 1 ð Khusus
(Particular, I / O) Proposisi 2 ð Umum (Universal,
A / E)
Proposisi 3 ð Khusus
(Particular, I / O)
2.11.
STRUKTUR PROPOSISI YANG TETAP
•
A ð Semua batu
adalah benda mati
I ð Kerikil adalah
batu
I ð Kerikil adalah
benda mati
·
A
ð
Semua batu adalah benda mati
O ð Manusia adalah
bukan batu
O ð Manusia adalah
bukan benda mati
2.12.
STRUKTUR PROPOSISI YANG TIDAK TETAP
•
I ð Yamaha adalah
sepeda motor
I ð Honda adalah
sepeda motor
I ð Honda adalah
adalah Yamaha
•
O ð AA Gym adalah
bukan artis
O ð Rhoma Irama
adalah bukan AA Gym
O ð Rhoma Irama
adalah bukan artis
2.13.
SYARAT LOGIKA : KESIMPULAN DIBUAT DARI PROPOSISI YANG BENAR
•
Proposisi yang berasal dari
fakta yang kebenarannya dapat diuji secara empirik dengan observasi indera ð proposisi dasar (basic statement),
•
Proposisi yang tidak perlu
dicocokkan dengan observasi indera namun kebenaran atau kesalahannya langsung
terbukti ð
proposisi mutlak (necessary statement)
2.14.
TEORI KEBENARAN
•
Teori koherensi ð proposisi dikatakan benar jika proposisi tersebut konsisten dengan
proposisi sebelumnya
•
Teori korespondensi
menyebutkan bahwa proposisi dikatakan benar jika proposisi tersebut berhubungan
dengan obyeknya.
•
Teori pragmatis ð proposisi dikatakan benar jika fungsional dalam kehidupan praktis ð ada perspektif waktu, jika ada hal baru hal lama ditinggalkan dan tidak
berlaku lagi
TOPIK
3: PENALARAN
3.1. PENALARAN
•
Penalaran disebut rasioning atau
raticinium
•
Penalaran adalah proses yang dilakukan untuk
menyimpulkan sebuah proposisi baru berdasarkan proposisi yang sudah diketahui
dan dianggap benar
•
Aktivitas mencari proposisi untuk disusun
menjadi premis, menilai hubungan antara proposisi dalam premis dan menentukan
kesimpulannya.
•
Macam-macam penalaran ð penalaran langsung dan penalaran
tidak langsung.
3.2. MACAM-MACAM
PENALARAN
•
Penalaran langsung ð penalaran yang premisnya hanya sebuah
proposisi dan kesimpulannya ditarik langsung dari proposisi tersebut dengan
membandingkan antara subyek (S) dengan predikatnya (P)
•
Semua aktris (S) adalah wanita (P)
Nani Wijaya adalah wanita
•
Penalaran tidak
langsung ð penalaran yang menggunakan term
tengah (M) untuk menarik konklusi
•
Penalaran
langsung terdiri dari penalaran deduktif (deduksi) dan penalaran induktif
(induksi)
•
Deduksi ð penelaran yang dilakukan dengan menarik
kesimpulan khusus (particular I/O) dari pernyataan umum
•
Induksi ð penalaran yang dilakukan dengan menarik
kesimpulan umum (universal, A/E) dari pernyatan khusus
3.3. DEDUKSI
•
Susunan 1 : MP Susunan
2 : MP
SM MS
SP SP
•
Susunan 3 : PM Susunan
4 : PM
SM MS
SP SP
•
1. Umum
(A/E) 2. Khusus (I/O)
Khusus
(I/O) Umum
(A/E)
Khusus
(I/O) Khusus
(I/O)
•
3. Sangat
Umum 4. Umum
Umum Sangat
umum
Umum Umum
3.4. INDUKSI
MS Khusus
(I/O)
MP Khusus
(I/O)
MS Khusus
(I/O)
MP Khusus
(I/O)
Dst
Dst
SP Umum
(A/E)
3.5. SUMBER
PENALARAN
•
Rasio merupakan sumber penalaran deduktif
•
Rasio digunakan kaum rasionalisme (idealisme)
sebagai sumber pengetahuan
•
Premis berasal dari ide yang sudah ada
sebelumnya dan tinggal dikenali saja
•
Ide bersifat pra pengalaman dan susah dievaluasi
•
Fakta merupakan sumber
penalaran induktif
•
Fakta digunakan kaum empirisme sebagai sumber pengetahuan
•
Panca indera menangkap gejala alamiah dengan
pola teratur atau ada pengulangan yang
sama
TOPIK 4: DEDUKSI
4.1. DEDUKSI
•
Penalaran yang menggunakan proposisi universal
•
Penalaran yang mempunyai premis berupa proposisi universal
•
Cara berpikir yang dilakukan untuk menarik kesimpulan umum menjadi
kesimpulan yang bersifat khusus
4.2. SILOGISME
•
Proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi yang berlainan
untuk menurunkan sebuah kesimpulan
•
Proposisi pertama disebut premis
•
Proposisi kedua disebut premis juga
•
Proposisi ketiga disebut konklusi
•
Bentuk formal silogisme terdiri dari proposisi kategorik
ð Silogisme Kategorik
4.3. SILOGISME
ARISTOTELES
•
Proposisi kategorik yang
membentuk silogisme kategorik berpola S-P (Subyek–Predikat)
•
Term S dan P adalah kata benda dan bersifat substantif
•
S dan P dihubungkan pengait yang disebut kopula
•
Kopula berbentuk “itu” “adalah”
“yaitu” “ialah” dan sebagainya
4.4. SILOGISME
STANDAR
•
Terdiri atas 3 (tiga) term dan
3 (tiga) proposisi kategorik
•
Term mayor yang mengandung term predikat dan berupa kelas
•
Term minor yang mengandung term
subyek dan berupa anggota kelas
•
Term tengah atau terminus
medius (M) yaitu term yang tidak muncul dalam konklusi
•
Susunan I ð M-P,
S-M, S-P
•
Susunan II ð P-M,
S-M, S-P
•
Susunan III ð M-P,
M-S, S-P
•
Susunan IV ð P-M,
M-S, S–P
4.5. KOMBINASI SILOGISME
•
Premis mayor dan minor dengan
proposisi A, E, I, O ð menghasilkan 16 kombinasi
•
Masing-masing kombinasi dilengkapi konklusi ð menghasilkan 16 x 4 modus 4
atau 64 modus
•
Masing-masing modus dibentuk dalam silogisme standar ð menghasilkan 64 x 4 silogisme
atau 256 silogisme
4.6. SILOGISME
VALID (PM SM SP, PM MS SP, MP SM SP, MP MS SP)
- Silogisme A A A
- Silogisme A E E
- Silogisme A I I
- Silogisme A O O
- Silogisme I A E
- Silogisme I E O
- Silogisme E A E
- Silogisme E I O
- Silogisme O A O
4.7. SEBAB
SILOGISME TIDAK STANDAR
•
Proposisi tidak lengkap ð Pussy ð nama orang atau
panggilan seekor kucing
•
Pola susunan proposisinya tidak S-P ð yang menggunakan senjata tentara ð tentara adalah orang yang menggunakan
senjata
•
Proposisi tidak memakai kopula
tetapi menggunakan term aktivitas ð Idris makan ð memberitahu ada
orang sedang makan atau menerangkan siapa yang sedang makan
TOPIK 5: PRINSIP,
HUKUM DAN RELASI DALAM SILOGISME
5.1. PRINSIP
SILOGISME
•
Prinsip persamaan
ð dua hal adalah sama, jika hal pertama dan hal kedua sama dengan
hal ketiga atau S = M = P, jadi S
= P ð Burung (S) adalah unggas (M), setiap unggas (M) mempunyai sayap
(P), jadi burung (S) mempunyai sayap (= P)
•
Prinsip perbedaan ð dua hal adalah berbeda, jika hal pertama sama
dengan hal ketiga, namun hal kedua tidak sama dengan hal ketiga atau S = M # P ð
Anom (S) adalah manusia, semua manusia (M) adalah bukan mesin (# P), jadi Anom
(S) adalah bukan mesin (# P)
•
Prinsip
distribusi ð apa yang berlaku untuk kelas, maka berlaku pula untuk
masing-masing anggota kelas ð semua burung mempunyai sayap, kutilang adalah burung, jadi
kutilang mempunyai sayap ð Sayap berlaku bagi burung,
maka berlaku pula bagi kutilang karena kutilang adalah burung
•
Prinsip distribusi
negatif ð apa yang diingkari untuk suatu kelas, juga diingkari untuk
masing-masing anggota kelas ð semua hewan tidak mempunyai dedaunan, kucing adalah hewan,
jadi kucing tidak mempunyai dedaunan
5.2. HUKUM
SILOGISME
•
Jumlah term dalam silogisme tidak
boleh lebih dari tiga, S, M, P
•
Term tengah (M) tidak boleh terdapat dalam konklusi
•
Term tengah (M) setidaknya satu kali harus berdistribusi
•
Jika semua proposisi dalam premis adalah proposisi afirmative
(A, I) maka konklusi-nya afirmative
•
Proposisi dalam premis tidak boleh
keduanya particular (I, O), salah satu harus universal
(A, E)
•
Proposisi dalam premis tidak boleh keduanya negative
(E, O)
•
Jika salah satu proposisi negative (E atau O) maka konklusi-nya
harus negative (E atau O)
5.3. RELASI CONTRARY
•
Jika salah satu proposisi benar, maka proposisi yang lain pasti
salah ð jika proposisi A benar, maka proposisi E pasti salah ð jika proposisi E benar, maka
proposisi A pasti salah
•
Kebenaran proposisi pertama menjamin kebenaran proposisi kedua,
tapi kebenaran proposisi kedua tidak menjamin kebenaran proposisi pertama
•
Kebenaran A menjamin kebenaran I, namun tidak
sebaliknya
•
Kebenaran E menjamin kebenaran O, namun tidak
sebaliknya
5.4. RELASI SUB CONTRARY
•
Hubungan berkebalikan antara proposisi particular (I
dan O) ð
jika proposisi I benar, maka proposisi O dapat salah ð jika proposisi O benar, maka
proposisi I dapat salah ð proposisi I dan O keduanya dapat sama-sama
benar atau sama-sama salah
5.5. RELASI CONTRADICTORY
•
Dua proposisi yang bertentangan, keduanya tidak dapat sama-sama
benar atau sama-sama salah, yakni :
•
Jika proposisi A benar, maka proposisi I dan O pasti salah.
•
Jika proposisi E benar, maka
proposisi O dan I pasti salah.
TOPIK 6:
SILOGISME DALAM KOMUNIKASI SEHARI-HARI
6.1. ENTINEMA
•
Penalaran yang tidak semua proposisinya dinyatakan secara
eksplisit
•
Entinema tanpa premis mayor
•
Entinema tanpa premis minor
•
Entinema tanpa konklusi
•
Entinema tanpa konklusi dan premis minor
•
Entinema tanpa konklusi dan premis mayor
CONTOH:
•
Premis mayor : Semua tentara mempunyai
pistol
•
Premis minor : Kopral Jono adalah
seorang tentara
•
Konklusi : Kopral Jono mempunyai pistol
6.2.
POLISILOGISME
•
Silogisme tersusun atau rangkaian silogisme
•
Konklusi silogisme 1 dijadikan premis
silogisme 2, konklusi silogisme 2 dijadikan premis silogisme 3, dan seterusnya
CONTOH:
•
(1)
“Semua tentara mempunyai pistol, semua pistol adalah senjata api, jadi
semua tentara mempunyai senjata api (konklusi)”
•
(2) “Semua tentara mempunyai senjata
api (premis mayor), semua senjata api adalah senjata beramunisi,
jadi semua tentara mempunyai senjata beramunisi (konklusi)”
6.3. SORITES
•
Sorites adalah entinema dari polisilogisme
•
Polisilogisme yang semua konklusi-nya dihilangkan, kecuali konklusi
terakhir
•
“Semua tentara
mempunyai pistol, semua pistol adalah senjata api”
CONTOH
•
“Semua tentara mempunyai senjata api,
semua senjata api adalah senjata beramunisi”
•
“Semua tentara mempunyai senjata
beramunisi, semua senjata beramunisi adalah alat mematikan, jadi semua tentara
mempunyai alat mematikan (konklusi)”
6.4. EPIKIREMA
•
Epikirema adalah silogisme yang premisnya disertai alasan
atau keterangan
•
“Semua mahasiswa
teladan adalah mahasiswa yang cerdas karena
rajin belajar, Zaky adalah mahasiswa teladan karena rajin membaca,
jadi Zaky adalah mahasiswa yang cerdas”
CONTOH:
•
Epikirema dapat dijabarkan beberapa silogisme standar
•
Semua mahasiswa teladan adalah
mahasiswa yang cerdas, mahasiswa yang
cerdas adalah mahasiswa teladan, jadi mahasiswa yang cerdas adalah mahasiswa
yang rajin belajar
•
Semua mahasiswa teladan adalah
mahasiswa yang rajin membaca, Zaky adalah mahasiswa teladanjadi Zaky adalah
mahasiswa yang rajin membaca”
•
Semua mahasiswa teladan adalah
mahasiswa yang cerdas, Zaky adalah mahasiswa teladan, jadi Zaky adalah
mahasiswa yang cerdas”
TOPIK 7: INDUKSI
7.1. INDUKSI
•
Proses penarikan
kesimpulan secara umum yang bertolak dari sejumlah fenomena yang bersifat
khusus
•
Penalaran yang konklusi-nya
lebih luas daripada premisnya ð premis induksi berupa proposisi empirik yang kembali pada observasi
indera, konklusi-nya bersifat universal
7.2. SIFAT INDUKSI
•
Ekonomis ð Satu pernyataan umum dapat menggantikan puluhan pernyataan yang bersifat
khusus
•
Substansial ð menghasilkan pernyataan yang lebih umum dari pernyataan yang sudah umum
•
Kebenaran konklusi induksi bersifat
probabilitas yang tinggi rendahnya ditentukan oleh faktor probabilitasnya
7.3. FAKTOR PROBABILITAS
•
Makin besar jumlah fakta,
makin tinggi probabilitas konklusi-nya, dan sebaliknya
•
Makin besar jumlah faktor
analogi makin rendah probabilitas konklusi-nya
•
Makin besar jumlah faktor
disanalogi makin tinggi probabilitas konklusi-nya
•
Makin luas konklusi-nya
makin rendah probabilitas konklusi-nya
7.4. GENERALISASI INDUKSI
•
Membuat konklusi yang bersifat
umum dengan menyimpulkan premis dari proposisi empirik
•
Apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi
tertentu diharapkan terjadi lagi apabila kondisinya sama ð Apabila cuaca di
suatu kota sangat terik di siang hari, maka malam harinya akan turun hujan.
•
Membuat konklusi yang diambil
dari sejumlah fenomena yang berlaku untuk fenomena sejenis yang belum
diselidiki ð Disimpulkan bahwa cairan tersebut
adalah BBM, karena bau, warna dan sifatnya yang mudah terbakar
7.5. SYARAT GENERALISASI
•
Tidak terikat jumlah, jika semua A adalah B,
maka B berlaku untuk sejumlah A, berapa pun jumlah A tersebut ð Euis adalah orang Sunda, ia suka lalap ;
Cecep adalah orang Sunda, ia suka lalap ; Jadi semua orang Sunda suka lalap.
•
Harus dapat dijadikan dasar pengandaian,
artinya andaikata x, y, z = A dan A = B, maka x, y, z = B, walaupun faktanya x,
y, z # A ð Semua orang Minang suka makanan pedas,
walaupun ada pula orang Minang yang tidak suka makanan pedas.
•
Tidak terbatas ruang dan waktu (spasio
temporal) ð Generalisasi tersebut berlaku kapan
dan dimana pun berada.
7.6. ANALOGI INDUKSI
•
Proses penalaran yang bertolak dari dua
peristiwa khusus atau lebih yang mirip satu sama lain atau proses penalaran
yang bertolak dari kesamaan aktual antara dua hal atau lebih ð Citra dan Muslim
lulusan IEU, Citra adalah karyawan profesional, maka Muslim pun profesional
kalau jadi karyawan.
•
Mengadakan komparasi, yakni penarikan
kesimpulan berdasarkan kesamaan dua hal atau lebih, sedangkan perbedaannya
diabaikan ð Bella, Ferry,
Santi adalah mahasiswa IEU. Bela rajin,
Ferry rajin, maka Santi juga rajin
7.7. TUJUAN ANALOGI
•
Meramalkan kesamaan ð Citra, Dedy,
Sisca, Hery lulusan IEU, mereka karyawan berprestasi, maka Eky diramalkan akan
menjadi karyawan berprestasi karena sama-sama lulusan IEU
•
Menyingkap kekeliruan ð Terjadi
peledakan bom di mana-mana, di pusat pertokoan, kedutaan, bahkan di mesjid dan
gereja, namun keliru kalau takut pergi kemana pun karena ada peledakan bom.
•
Menyusun klasifikasi, maksudnya sesuatu hal
dapat diklasifikasikan dengan melihat ciri-ciri yang sama, walaupun sesuatu itu
belum dapat diberi nama
TOPIK 8: HUBUNGAN-HUBUNGAN INDUKSI
8.1. HUBUNGAN KASUAL
•
Dalam induksi penarikan kesimpulan dapat
dilakukan secara kausal dengan menemukan sebab suatu kejadian ð Tidak ada akibat
tanpa sebab (nihil fit sine causa)
•
Sebab adalah kondisi yang
menjadi dasar terjadinya sesuatu ð kondisi mutlak dan kondisi memadai
•
Kondisi mutlak (necessary condition)
menggambarkan jika tidak ada sebab maka tidak ada akibat
•
Kondisi memadai (sufficient condition)
menggambarkan jika ada sebab maka pasti ada akibat
8.2. HUBUNGAN INTRINSIK
•
Hubungan sebab dengan
akibat yang terjadi bukan karena kebetulan ð akibat disimpulkan dengan adanya sebab dan sebab disimpulkan dari akibat
•
Hubungan intriksik dapat
dipastikan dengan metoda persamaan, perbedaan, gabungan, residu dan variasi
8.3. METODA PERSAMAAN
•
Apabila beberapa
peristiwa mempunyai satu faktor yang sama kemudian terjadi gejala, maka faktor
tersebut merupakan sebab/akibat gejala
tersebut
•
A, B, C, D ð terjadi X
E, F, G,
D ð terjadi X
H, I, J,
D ð terjadi X
Kesimpulan
: D mengakibatkan X
8.4. METODA PERBEDAAN
•
Apabila peristiwa I dan
II semua faktornya sama kecuali satu yang berbeda, peristiwa I mengandung faktor yang berbeda kemudian
terjadi gejala dan peristiwa II tidak mengandung faktor yang berbeda namun
tidak terjadi gejala, maka faktor yang berbeda tersebut adalah sebab/akibat
dari gejala
•
K, L, M, D ð terjadi Y
K, L, M ð tidak terjadi Y
Kesimpulan : D mengakibatkan Y
8.5. METODA GABUNGAN
•
Apabila dua peristiwa yang berbeda mempunyai
faktor yang sama kemudian terjadi
gejala, sedangkan peristiwa lain mempunyai faktor yang berbeda
namun tidak terjadi gejala, maka faktor tersebut merupakan sebab
atau akibat dari gejala
•
A, B, C, D ð terjadi Z
E, F, G,
D ð terjadi Z
A, B,
C ð tidak terjadi Z
E, F,
G ð tidak terjadi Z
•
Ada faktor D terjadi Z,
tidak ada faktor D tidak terjadi Z
•
Kesimpulan : D
mengakibatkan Z
8.6. METODA RESIDU
•
Dalam suatu premis,
hapuslah gejala yang merupakan akibat dari suatu faktor dalam suatu peristiwa,
maka sisa gejala tersebut merupakan akibat dari suatu faktor dalam peristiwa tersebut.
•
A, B, C mengakibatkan X,
Y, Z
A mengakibatkan Z
B mengabikatkan Y
Kesimpulan : C mengakibatkan X
8.7. METODA VARIASI
•
Apabila salah satu faktor
berubah dengan cara tertentu kemudian salah satu gejala ikut berubah dengan
cara tertentu pula, maka faktor tersebut
merupakan sebab/akibat suatu gejala
•
A B C mengakibatkan X Y Z
A+ B C mengakibatkan X Y Z+
A- B C mengakibatkan X Y Z-
Kesimpulan : A mengakibatkan Z
TOPIK 9: SARANA BERPIKIR DEDUKSI
9.1. MATEMATIKA SEBAGAI BAHASA
•
Matematika
adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna.
•
Lambang
matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna
diberikan padanya.
•
Lambang matematika
bersifat individual berupa perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang
sedang dikaji
•
Matematika
adalah bahasa yang berusaha menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional
dari bahasa verbal.
•
Bahasa
bersifat kabur karena arti yang dikandung tidak jelas dan tidak eksak sehingga
suatu pengertian harus dijelaskan panjang lebar, bertele-tele dan tidak
komunikatif.
•
Bahasa
bersifat kabur karena sering berputar-putar (sirkular) dalam dalam
mempergunakan kata-kata terutama dalam memberikan definisi.
•
Bahasa
bersifat majemuk karena sebuah kata mempuyai lebih dari satu arti
sehingga menimbulkan kekacauan semantik dengan menggunakan satu kata
sama untuk maksud berbeda.
•
Bahasa
bersifat emosional karena peranannya yang multi fungsi sebagai sarana komunikasi
emotif, afektif dan simbolik.
•
Matematika
sebagai bahasa dapat menyampaikan informasi yang jelas, singkat dan tepat
serta ekonomis kata-kata.
•
Suatu rumus
yang singkat, jika ditulis dengan bahasa verbal memerlukan kata-kata yang
panjang dan makin besar peluang terjadinya salah informasi.
9.2. SIFAT
KUANTITATIF MATEMATIKA
•
Matematika
sebagai bahasa simbolik memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan
cepat
•
Matematika
mengembangkan bahasa numerik yang dapat melakukan pengukuran kuantitatif,
sehingga mengetahui sesuatu secara eksak
serta menghasilkan daya prediktif dan kontrol yang lebih cermat dan tepat.
•
Matematika
sebagai bahasa simbolik memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan
cepat
•
Matematika
memungkinkan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke
kuantitatif.
•
Pada tahap
kualitatif, yakni ketika ilmu mengalami perkembangan pada tahap sistematika dan
komparatif bahasa lebih berperan.
•
Pada tahap
sistematika, ilmu menggolongkan obyek empiris ke dalam kategori tertentu dengan
menemukan ciri-ciri umum suatu kelompok.
•
Pada tahap komparatif, dilakukan
perbandingan obyek atau kategori yang satu dengan yang lain
untuk menemukan hubungan sebab akibat.
•
Pada tahap
kuantitatif dilakukan pengukuran terhadap obyek yang sedang dikaji sehingga
hubungan sebab akibat dapat ditentukan secara eksak.
•
Logika
menghadapi masalah yang semakin rumit,
sehingga berkembang menjadi matematika.
•
Matematika
menemukan pengetahuan baru berdasarkan premis-premis tertentu yang merupakan konsekuensi
pernyataan sebelumnya.
•
Matematika
digunakan sebagai sarana berpikir deduktif dengan mengambil kesimpulan
berdasarkan premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
9.3.
MATEMATIKA SEBAGAI SARANA BERPIKIR DEDUKSI
•
Matematika
berfungsi sebagai alat berpikir logis (Ludwig Wittgenstein, 1972).
•
Matematika
merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif
(Bertrand Russell dan Alfred Whitehead, 1910).
•
Matematika
merupakan pengetahuan yang bersifat rasional yang kebenarannya tidak bergantung
kepada pembuktian secara empiris
•
Immanuel Kant
mengatakan bahwa matematika merupakan pengetahuan sintetik a priori yang
eksistensinya tergantung dari pengalaman.
•
Kebenaran
matematika tidak ditentukan secara faktual, namun dilihat dari konsistensi
berbagai postulat, definisi dan aturan lainnya.
•
Kebenaran
matematika bersifat jamak, misalnya jumlah sudut segitiga 180o atau bidang (Euclid), lebih
dari 180o atyau bola Riemann), kurang dari 180o atau pelana (Lobachevski).
•
Matematika
merupakan bentuk tertinggi logika, memberikan sistem pengorganisasian ilmu
yang logis dan memberikan model yang
mengandung informasi jelas, singkat dan tepat.
•
Matematika
merupakan ratu sekaligus pelayanan ilmu.
Komentar
Posting Komentar